Aku Ada Dari Ketiadaan
Semakin Jauh Aku Pelajari Semakin Jauh Aku Tidak Mengerti
Ketidak Pastian Adalah Kepastian Itu Sendiri
Tidak Ada Yang Absolut
Ada Yang Berubah
Isinya Juga Berubah
Silih Berganti datang dan pergi Tak Henti
Akan Selalu Cukup Bagi Yang Membutuhkan
Tapi Tidak Bagi Yang Membutuhkan Banyak !
Original Reff : Ayuslim Sabran
Kanal Inspirasi A+
Copyright ©ayuslim All Rights Reserved.
Tuesday, February 14, 2017
Kami Hanya Selembar Kertas Putih
Jika kami dibesarkan dengan Permusuhan, maka kami belajar Berkelahi.
Jika kami dibesarkan dengan Ketakutan, maka kami belajar Gelisah.
Jika kami dibesarkan dengan Rasa Iba, maka kami belajar Menyesali Diri.
Jika
kami dibesarkan dengan makian, maka kami belajar Rendah Diri.
Jika kami dibesarkan dengan Iri Hati, maka kami belajar Kedengkian.
Jika kami dibesarkan dengan Dorongan, maka kami belajar Percaya Diri.
Jika
kami dibesarkan dengan Toleransi, maka kami belajar Menahan Diri.
Jika kami dibesarkan dengan Pujian, maka kami belajar Menghargai.
Jika kami dibesarkan dengan Penerimaan, maka kami belajar Mencintai.
Jika
kami dibesarkan dengan Dukungan, maka kami belajar Menyayangi
Jika kami dibesarkan dengan Pengakuan, maka kami belajar Mengenali Tujuan.
Jika kami dibesarkan dengan Berbagi, maka kami belajar Kedermawanan.
Jika
kami dibesarkan dengan Rasa Kejujuran dan Keterbukaan, maka kami belajar
Kebenaran dan Keadilan.
Jika kami dibesarkan dengan Rasa Aman, maka kami belajar Menaruh Kepercayaan.
Jika kami dibesarkan dengan Persahabatan, maka kami belajar saling memahami.
Jika kami dibesarkan dengan Ketentraman, maka kami belajar Berdamai dengan
Pikiran.
Jika kami dibesarkan dengan keindahan, maka kami belajar keharmonisan.
Jika kami dibesarkan untuk mengenal kebesaran Tuhan, maka kami belajar tentang hikmah.
Kalung Mutiara Untuk Anisa
Ini
cerita tentang Anisa, seorang gadis kecil yang ceria berusia Lima tahun. Pada
suatu sore, Anisa menemani Ibunya berbelanja di suatu supermarket.
Ketika
sedang menunggu giliran membayar, Anisa melihat sebentuk kalung mutiara mungil
berwarna putih berkilauan, tergantung dalam sebuah kotak berwarna pink yang
sangat cantik. Kalung itu nampak begitu indah, sehingga Anisa sangat ingin
memilikinya.
Tapi...
Dia tahu, pasti Ibunya akan berkeberatan. Seperti biasanya, sebelum berangkat
ke supermarket dia sudah berjanji tidak akan meminta apapun selain yang sudah
disetujui untuk dibeli. Dan tadi Ibunya sudah menyetujui untuk membelikannya
kaos kaki berenda yang cantik. Namun karena kalung itu sangat indah,
diberanikannya bertanya. "Ibu, bolehkah Anisa memiliki kalung ini ? Ibu
boleh kembalikan kaos kaki yang tadi... " Sang Bunda segera mengambil
kotak kalung dari tangan Anisa.
Dibaliknya
tertera harga Rp 25,000. Dilihatnya mata Anisa yang memandangnya dengan penuh
harap dan cemas.Sebenarnya dia bisa saja langsung membelikan kalung itu, namun
ia tak mau bersikap tidakkonsisten... "Oke ... Anisa, kamu boleh memiliki
kalung ini. Tapi kembalikan kaos kaki yang kau pilih tadi. Dan karena harga
kalung ini lebih mahal dari kaos kaki itu,Ibu akan potong uang tabunganmu untuk
minggu depan. Setuju ?" Anisa mengangguk lega, dan segera berlari riang
mengembalikan kaos kaki ke raknya.
"Terimakasih...,Ibu"
Anisa sangat menyukai dan menyayangi kalung mutiaranya. Menurutnya, kalung itu
membuatnya nampak cantik dan dewasa. Dia merasa secantik Ibunya. Kalung itu tak
pernah lepas dari lehernya, bahkan ketika tidur. Kalung itu hanya dilepasnya
jika dia mandi atau berenang. Sebab,kata ibunya, jika basah, kalung itu akan
rusak, dan membuat lehernya menjadi hijau... Setiap malam sebelum tidur, ayah
Anisa membacakan cerita pengantar tidur. Pada suatu alam, ketika selesai
membacakan sebuah cerita, Ayah bertanya : "Anisa..., Anisa sayang Enggak
sama Ayah ?" "Tentu dong... Ayah pasti tahu kalau Anisa sayang
Ayah!" "Kalau begitu, berikan kepada Ayah kalung mutiaramu...
"Yah..., jangan dong Ayah ! Ayah boleh ambil "si-Ratu" boneka
kuda dari nenek... ! Itu kesayanganku juga "Ya sudahlah sayang,... ngga
apa-apa !". Ayah mencium pipi Anisa sebelum keluar dari kamar Anisa. Kira-kira
seminggu berikutnya, setelah selesai membacakan cerita, Ayah bertanya lagi,
"Anisa..., Anisa sayang nggak sih, sama Ayah?" "Ayah, Ayah tahu
bukan kalau Anisa sayang sekali pada Ayah!". "Kalau begitu, berikan
pada Ayah Kalung mutiaramu." "Jangan Ayah... Tapi kalau Ayah mau, Ayah
boleh ambil boneka Barbie ini.."Kata Anisa seraya menyerahkan boneka
Barbie yang selalu menemaninya bermain. Beberapa malam kemudian, ketika Ayah
masuk ke kamarnya, Anisa sedang duduk di atas tempat tidurnya. Ketika didekati,
Anisa rupanya sedang menangis diam-diam. Kedua tangannya tergenggam di atas
pangkuan. air mata membasahi pipinya... "Ada apa Anisa,kenapa Anisa
?" Tanpa berucap sepatah pun, Anisa membuka tangan-nya. Di dalamnya
melingkar cantik kalung mutiara kesayangannya " Kalau Ayah mau...ambillah
kalung Anisa" Ayah tersenyum mengerti, diambilnya kalung itu dari tangan
mungil Anisa. Kalung itu dimasukkan ke dalam kantong celana. Dan dari kantong
yang satunya, dikeluarkan sebentuk kalung mutiara putih...sama cantiknya dengan
kalung yang sangat disayangi Anisa... "Anisa... ini untuk Anisa. Sama
bukan ? Memang begitu nampaknya,tapi kalung ini tidak akan membuat lehermu
menjadi hijau" Ya..., ternyata Ayah memberikan kalung mutiara asli untuk
menggantikan kalung mutiara imitasi Anisa.
***
Demikian pula halnya dengan Tuhan. terkadang Dia meminta sesuatu dari kita,
karena Dia berkenan untuk menggantikannya dengan yang lebih baik. Namun,
kadang-kadang kita seperti atau bahkan lebih naif dari Anisa :
"Menggenggam erat sesuatu yang kita anggap amat berharga, dan oleh
karenanya tidak ikhlas bila harus kehilangan." Cepat atau lambat, apa yang
ada pada diri kita pun akan selalu berganti, kiranya Tuhan selalu mengingatkan
kita bahwa semua milik-Nya, tentu akan kembali kepada-Nya... Karena kita yakin
tidak akan Tuhan mengambil sesuatu dari kita jika tidak akan menggantinya
dengan yang lebih baik, di dunia atau di akherat kelak.
Garam Dan Telaga
Suatu
ketika, hiduplah seorang tua yang bijak. Pada suatu pagi, datanglah seorang
anak muda yang sedang dirundung banyak masalah. Langkahnya gontai dan air muka
yang ruwet. Tamu itu, memang tampak seperti orang yang tak bahagia. Tanpa
membuang waktu, orang itu menceritakan semua masalahnya. Pak Tua yang bijak,
hanya mendengarkannya dengan seksama. Ia lalu mengambil segenggam garam, dan
meminta tamunya untuk mengambil segelas air. Ditaburkannya garam itu kedalam
gelas, lalu diaduknya perlahan. "Coba, minum ini, dan katakan bagaimana
rasanya..", ujar Pak tua itu. "Pahit. Pahit sekali", jawab sang
tamu, sambil meludah kesamping. Pak Tua itu, sedikit tersenyum. Ia, lalu
mengajak tamunya ini, untuk berjalan ke tepi telaga di dalam hutan dekat tempat
tinggalnya. Kedua orang itu berjalan berdampingan, dan akhirnya sampailah
mereka ke tepi telaga yang tenang itu. Pak Tua itu, lalu kembali menaburkan
segenggam garam, ke dalam telaga itu. Dengan sepotong kayu, dibuatnya gelombang
mengaduk-aduk dan tercipta riak air, mengusik ketenangan telaga itu.
"Coba, ambil air dari telaga ini, dan minumlah. Saat tamu itu selesai
mereguk air itu, Pak Tua berkata lagi, "Bagaimana rasanya?".
"Segar.", sahut tamunya. "Apakah kamu merasakan garam di dalam
air itu?", tanya Pak Tua lagi. "Tidak", jawab si anak muda.
Dengan bijak, Pak Tua itu menepuk-nepuk punggung si anak muda. Ia lalu
mengajaknya duduk berhadapan, bersimpuh di samping telaga itu. "Anak muda,
dengarlah. Pahitnya kehidupan, adalah layaknya segenggam garam, tak lebih dan
tak kurang. Jumlah dan rasa pahit itu adalah sama, dan memang akan tetap sama.
"Tapi, kepahitan yang kita rasakan, akan sangat tergantung dari wadah yang
kita miliki. Kepahitan itu, akan didasarkan dari perasaan tempat kita
meletakkan segalanya. Itu semua akan tergantung pada hati kita. Jadi, saat kamu
merasakan kepahitan dan kegagalan dalam hidup, hanya ada satu hal yang bisa
kamu lakukan. Lapangkanlah dadamu menerima semuanya. Luaskanlah hatimu untuk
menampung setiap kepahitan itu." Pak Tua itu lalu kembali memberikan
nasehat. "Hatimu, adalah wadah itu. Perasaanmu adalah tempat itu. Kalbumu,
adalah tempat kamu menampung segalanya. Jadi, jangan jadikan hatimu itu seperti
gelas, buatlah laksana telaga yang mampu meredam setiap kepahitan itu dan
merubahnya menjadi kesegaran dan kebahagiaan." Keduanya lalu beranjak
pulang. Mereka sama-sama belajar hari itu. Dan Pak Tua, si orang bijak itu,
kembali menyimpan "segenggam garam", untuk anak muda yang lain, yang
sering datang padanya membawa keresahan jiwa.
Monday, February 13, 2017
Hanya Sang Waktu Yang Dapat Memahami !
Dahulu kala, ada sebuah pulau kecil dengan berbagai macam kehidupan. Kebahagiaan, Kesedihan, Pengetahuan, dan Cinta, serta Emosi-Emosi yang lain, tinggal di pulau ini. Suatu hari, Emosi mengetahui bahwa pulau itu akan tenggelam.
Setiap orang kemudian bersiap-siap untuk meninggalkan pulau itu, kecuali Cinta. Cinta bersikeras bahwa dia akan tinggal di pulau itu hingga menit terakhir.
Beberapa hari kemudian, ketika pulau itu hampir tenggelam, Cinta berpikirkan untuk meminta bantuan. Pada saat itu, ia melihat Kekayaan lewat dengan sebuah kapal besar. Cinta bertanya: "Kekayaan, maukah Anda membawa saya bersama Anda?" Kekayaan berkata: "Tidak, kapalku penuh dengan emas, perak dan harta lainnya. Tidak ada ruang untuk Anda."
Lalu Cinta melihat Kesombongan sedang di atas sebuah kapal yang sangat megah dan bertanya: "Kesombongan, tolong bantu saya! " Kesombongan berkata: "Saya tidak bisa membantu Anda. Anda basah kuyup dan dan hanya akan mengotori kapal saya yang indah. "
Ketika Kesedihan lewat, Cinta meminta bantuan: "Kesedihan, biarkan saya pergi dengan Anda." "Oh, saya sangat sangat sedih, saya hanya ingin sendirian!" jawab Kesedihan.
Ketika Kebahagiaan lewat, karena terlalu gembira, ia tidak mendengar saat Cinta memanggilnya minta tolong.
Tiba-tiba, sebuah suara memanggil: "Kemarilah, Cinta. Saya akan membawa Anda bersama saya.” Dia adalah seorang bapak tua. Cinta sangat bersuka cita karena harapannya terwujud hingga lupa untuk menanyakan nama orang tua tersebut.
Ketika mereka sampai di darat, orang tua itu telah pergi. Cinta sangat berterima kasih dan bertanya kepada orang tua yang lain siapa nama orang tua yang telah menyelamatkan dirinya tadi. "Namanya adalah Waktu," Pengetahuan menjawab. "Waktu?" Cinta bertanya, "Mengapa Waktu berkehendak untuk menolong saya?" Pengetahuan tersenyum: "Itu karena hanyalah Waktu, satu-satunya yang dapat memahami betapa besarnya Cinta itu”.
4 Lilin Kecil
Ada 4 lilin yang menyala, Sedikit demi sedikit habis meleleh. Suasana begitu sunyi sehingga terdengarlah percakapan mereka.
Yang pertama berkata: “Aku adalah Damai.” “Namun manusia tak mampu menjagaku: maka lebih baik aku mematikan diriku saja!” Demikianlah sedikit demi sedikit sang lilin padam.
Yang kedua berkata: “Aku adalah Iman.” “Sayang aku tak berguna lagi.” “Manusia tak mau mengenalku, untuk itulah tak ada gunanya aku tetap menyala.” Begitu selesai bicara, tiupan angin memadamkannya.
Dengan sedih giliran Lilin ketiga bicara: “Aku adalah Cinta.” “Tak mampu lagi aku untuk tetap menyala.” “Manusia tidak lagi memandang dan mengganggapku berguna.” “Mereka saling membenci, bahkan membenci mereka yang mencintainya, membenci keluarganya.” Tanpa menunggu waktu lama, maka matilah Lilin ketiga.
Tanpa terduga…
Seorang anak saat itu masuk ke dalam kamar, dan melihat ketiga Lilin telah padam. Karena takut akan kegelapan itu, ia berkata: “Ekh apa yang terjadi?? Kalian harus tetap menyala, Aku takut akan kegelapan!”
Lalu ia menangis tersedu-sedu.
Lalu dengan terharu Lilin keempat berkata:
Jangan takut, Janganlah menangis, selama aku masih ada dan menyala, kita tetap dapat selalu menyalakan ketiga Lilin lainnya:
“Akulah HARAPAN.”
Dengan mata bersinar, sang anak mengambil Lilin Harapan, lalu menyalakan kembali ketiga Lilin lainnya.
Apa yang tidak pernah mati hanyalah HARAPAN yang ada dalam hati kita….dan masing-masing kita semoga dapat menjadi alat, seperti sang anak tersebut, yang dalam situasi apapun mampu menghidupkan kembali Iman, Damai, Cinta dengan HARAPAN-nya!
Sunday, February 12, 2017
Burung Merpati !
- Merpati adalah burung yang tidak pernah mendua hati. Coba perhatikan, apakah ada merpati yang suka berganti pasangan? Jawabannya adalah “tidak”! Pasangannya cukup 1 seumur hidupnya.
- Merpati adalah burung yang tahu kemana dia harus pulang. Betapapun merpati terbang jauh, dia tidak pernah tersesat untuk pulang. Pernahkah ada merpati yang pulang ke rumah lain? Jawabannya adalah “tidak”!
- Merpati adalah burung yang romantis. Coba perhatikan ketika sang jantan bertalu-talu memberikan pujian, sementara sang betina tertunduk malu. Pernahkah kita melihat mereka saling mencaci? Jawabannya, “tidak”!
- Burung merpati tahu bagaimana pentingnya bekerja sama. Coba perhatikan ketika mereka bekerja sama membuat sarang. Sang jantan dan betina saling silih berganti membawa ranting untuk sarang anak-anak mereka. Apabila sang betina mengerami, sang jantan berjaga di luar kandang. Dan apabila sang betina kelelahan, sang jantan gantian mengerami. Pernahkah kita melihat mereka saling melempar pekerjaannya? Jawabannya, “tidak”!
- Merpati adalah burung yang tidak mempunyai empedu, ia tidak menyimpan “kepahitan” sehingga tidak menyimpan dendam.
Subscribe to:
Posts (Atom)